
Kutipan
kata-kata ini di lantunkan oleh seorang Santri, selain Nyantri Beliau juga
seorang Mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogjakarta, Ialah Ahmad Wahib, mungkin
namanya masih tak setenar Soe Hok Gie atau Widji Tukul tapi Ialah simbol
seorang Santri yang kebetulan menjadi Mahasiswa yang memiliki Progresifitas
konsep pemikiran tentang apa itu arti sebuah Bangsa dan Agama bagi kelangsungan
peradaban umat manusia.
Pemikiran-pemikiran
seperti ini lah yang mungkin membuat rindu jiwa Insan Pergerakan yang berlatar
belakang Agama yang kuat, yang tumbuh dari komunitas pendidikan Pesantren,
karena di akui atau tidak, hari-hari ini Indonesia mengalami sebuah dekadensi
pemikiran di kalangan kaum bersarung. Padahal jika kita menengok dalam alur
lalu lintas sejarah kaum Sarungan (Santri), tak pernah lepas dari kata
perjuangan merebut Kemerdekaan Indonesia, Mindset kaum Bersarung
sekarang sudah berubah 180 %, banyak sekarang Santri yang hanya tahu
sudut-sudut kecil gorong-gorong pesantren, tanpa Ia mau peduli dan tak mau
mengerti bahwa di luar sana banyak terjadi penyelewengan-penyelewengan Syari’at
Islam yang terorganisir dengan rapi seperti Trafficking (Penjualan
Manusia) di perbatasan Kalimantan-Serawak, Mafia Narkoba Internasional, hingga
Penindasan Muslim di Rohingnya Myanmar yang seharusnya perkra-perkara seperti
itu lah yang membutuhkan perhatian kita selaku kita Kader Islam yang di didik
di lingkungan Islam yang seharusnya menjadikan beban moral kita semakin tinggi.
Pesantren
sebagai sebuah sistem pendidikan tertua di Indonesia yang murni hasil pemikiran
bangsa Indonesia patut mencetak kader-kader Intelektual Progresif agar output
pesantren sendiri tidak klah bersaing dengan output-outpun lulusan pendidikan
Sekuler. Persaingan terus bergulir, Santri sebagai Output murni pendidikan khas
Indonesia harus memiliki sensasi pemikiran di banding yang lain. Derasnya opini
tentang era baru peradaban manusia yang sering di sebut Globalisasi menjadi
tantangan besar bagi kita selaku kaum bersarung, apa lagi dunia sekarang sedang
gencar-gencarnya membicarakan Pasar Bebas, Hak Asasi Manusia, dan Konsep hukum
Tata Negara, membicarakan kebebasan Individu yang sangat Liberal hingga Isu-isu
terorisme atas nama Jihad Fi sabilillah. Sekarang pertanyaan besar ada
di benak kita, jika Dunia gencar membicarakan hal-hal tersebut apakah kita
sebagai Kaum Santri, kader Pendidikan khas Indonesia hanya terpaku mendebatkan
Ubudiyah, atau Etika Pergaulan Laki-laki dan Perempuan saja ?. memang dalam
konteks keilmuan atau sosial baik, tapi di luar itu, cobalah untuk merangsak
masuk dalam pergolakan pemikiran dan pergerakan Global, karena memang hal itu
sangat penting bagi kita, melestarikan Pesantren melalui jalur-jalur yang
beberapa santri di anggap Subhat.
Semisal
bukan salah jika seorang Santri di kemudianya menjadi seorang Birokrat, atau
Diplomat, Politikus, Enterprener, Musisi, atau terjun dalam dunia Media Sosial
yang memang oleh kebanyakan santri profesi-profesi tersebut jarang di tengok.
Padahal bayangkan jika yang duduk di kursi Parlement Indonesia adalah orang-orang
Sekuler, maka produk hukum yang di hasilkan adalah undang-undang yang
menyampingkan Syari’at Islam, mungkin jika dari dulu para Kiya’i enggan terjun
di dunia politik mungkin Inpres no 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
atau UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tak akan terbentuk. Jika seorang
santri enggan terjun di dunia Media maka berita yang tersajikan hanya berita
manipulatif yang tidak pro dengan Islam. Padahal hal-hal tersebut sangat
penting dalam keberjalanan Islam sebagai Rohmatal Llil Alamin.
Sadar atau
tidak bahwa pertarungan Islam saat ini bukan lagi masalah perdebatan Hukum
Ibadah, atau saling menyalahkan tingkah Golongan lain, tapi pertarungan besar
kita lebih pada pertarungan Konsep Ekonomi, Kenegaraan, dan Kemiliteran. Jika
bangsa Yahudi sudah berabad-abad mengkonsep Ekonomi Kapitalis, mengarahkan
dunia pada pola satu kepemimpinan, dengan membuat sebuah Konsep negara Liberal
yang di tujukan dalam Big Projeck Dunia dalam Satu Komando (New World Order)
yang terorganisisr dalam sebuah Ordo Rahasia Illumination dan Fremosomre, lalu
para Ateis Komunis yang Gencar-gencarnya mengkampanyekan Ekonomi Sosialis
dengan Konsep Ekonomi Komunisme yang terwakili oleh Negara China dan Rusia,
atau juga Gerakan Orientalis yang dengan membolak-balikan Fakta menuduh
Muhammad seorang pembohong besar, membuat karikatur dan Video yang
menjelek-jelekan Nabi kita, atau juga Gerakan Radikal Islam sendiri yang
mengatasnamakan Jihad menghalalkan pembunuhan. Jika kita seorang Santri tak
peduli pada hal-hal tersebut, dan hanya puas dengan keilmuanya yang terbatas
pada masalah Ubudiyah saja, maka Islam sebagai Agama yang Rohmatal lil
Alamin akan di tenggelamkan oleh derasnya arus perubahan. Karena Perubahan
adalah keniscayaan, kita Santri harus siap dengan perubahan.
Mari kita
bersama-sama merubah Paradikma kita sebagai seorang Santri, apalagi kita juga
Mahasiswa yang memiliki tanggung jawab sosial sebagai Agent of Change,
Sosial Control dan Iron Stoke harus menduduki posisi terdepan untuk
menjawab semua problematika-problematika kekinian dan keakanan, Karna Santri
adalah seorang Nasionalis Religius, tidak hanya Nasionalis yang Sekuler atau
Religius yang Ortodok tapi kita Santri Mahasiswa kaum yang progresif yang siap
menghadapi perubahan Zaman menuju Negara dan Agama yang dikdaya.
Oleh : Musthafinal Akhyar (Presma Demisioner STAIRA Lamongan & Dewan Pertimbangan Halaqah BEM Pesantren)
0 komentar:
Posting Komentar